Sebelum pembaca sekalian membaca tulisan ini, ada baiknya agar box youtube video klip lagu dibawah ini anda pause dulu, dan di play nanti kalau sudah penuh. Lagu ini terlalu bagus, terlalu pure, terlalu orisinil, -terlalu sayang- jika anda dengarkan putus-putus tersendat gara-gara koneksi lambat.
Ada apa dengan lagu ini? Apa istimewanya?
Baik, ini pengalaman pribadi dewa cakrabuana yang sangat personal dan mistis. Nyata... dan ceritanya panjang...
Di peghujung Agustus tahun 2010 kemarin, aku pulang ke rumah untuk berlibur. Pulang kali ini istimewa, karena tepat dengan perayaan ulang tahun kampung halamanku: Kota Negara, Kabupaten Jembrana. Bukan apa-apa, tapi setidaknya sudah empat ulang tahun Kota Negara ku lewatkan hanya karena tak pernah kebagian jatah liburan. Konon di bawah yang bupati yang satu ini, ulang tahun kota meriahnya luarbiasa! Sebulan penuh gratis hiburan rakyat.
Sayangnya aku bukan semacam manusia pecinta kesenian Bali seperti temanku, Maha Dwija (dan di cerita ini dia sama sekali tidak muncul). Suka sih, tapi hanya sekedar saja. Dan di ulang tahun kota ini yang kunikmati bukan acaranya, tapi: KERAMAIANNYA! Yah, kota ini biasanya sepi seperti kota setengah mati. Bahkan kita bisa bisa melakukan lima kali push-up sambil menyebrangi jalan utama jam delapan malam. Seriously.
Jadi, kesibukan seorang mahasiswa yang sedang libur di kampung halamannya kala itu hanya duduk di pinggir warung kopi sederhana, di jalan besar, bersama beberapa teman, memandangi area TOWER VENUE dari kejauhan yang buka main padatnya. Ada yang berbelanja kerajinan, menonton pagelaran gong kebyar, dan menikmati entah tontonan apa lagi yang serba-neka setiap harinya. Semacam Pesta Kesenian Bali skala kecil, skala Jembrana.
Ini logonya... |
Ada hal yang menarik. Setiap pertunjukan seni berakhir, kira-kira jam 10 malam, selalu ditutup dengan pemutaran sebuah lagu. Selalu lagu yang sama, yang selalu menemani kru acara membereskan peralatan malam itu dan mengiringi penonton bubar kerumah masing-masing. Dan anehnya, lagu ini diputar berkali-kali. Syukurlah lagunya enak didengar, kalau tidak, pasti operator panggung sudah dilempari bom molotov oleh para penonton.
Nah... inilah lagu itu! Pertama mendengarnya, oke, lagu ini menancap di kepala. Malam kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya, lagu ini –yang mungkin didengar orang sambil lalu saja- seperti menghantuiku. Sampai kutanya teman, saat itu,
“Ini lagunya siapa ya?”
“Ndak tau, Wo!”
“Ini suaranya Evi BRTV itu bukan?” tanyaku lagi. Evi itu teman angkatan SMP kami yang mengikuti kontes semacam Indonesian Idol di Bali, BRTV nama kontesnya.
“Bukan deh, Wo! Ada yang lain, tapi aku ndak tau siapa”, sahut Dedek Neo, sekenanya.
Baiklah, kunobatkan lagu ini menjadi lagu misterius.
* * *
Acara ulang tahun kota negara selama sebulan itu pun tiba di hari terakhirnya. Apa acaranya? Tidak jelas! Yang jelas, pada saat itu aku berjalan sendiri ke pinggir panggung, meninggalkan teman-teman yang sedang asik minum kopi. Aku duduk sekedarnya di pinggir barisan penonton; menunggu akhir pementasan (tanpa peduli pertunjukan apa itu).
Dan akhirnya momen itu tiba: pementasan selesai!
kembang api di kala itu.... |
Ah, lagu itu diputar juga!
Disanalah aku duduk sendiri, tersenyum mendengarkannya. Inilah saat terakhir, mungkin, aku mendengarkan lagu ini. Entah apa judulnya, entah siapa penyanyinya. Lagu ini bercerita tentang jalak putih, berarti penyanyinya artis lokal jembrana, dan berarti pula kecil kemungkinan ada bajakannya di internet, apalagi videonya di YouTube, ah….
Disanalah aku duduk sendiri, tersenyum mendengarkannya. Inilah saat terakhir, mungkin, aku mendengarkan lagu ini. Entah apa judulnya, entah siapa penyanyinya. Lagu ini bercerita tentang jalak putih, berarti penyanyinya artis lokal jembrana, dan berarti pula kecil kemungkinan ada bajakannya di internet, apalagi videonya di YouTube, ah….
Kuambil N70 ku, kucatat liriknya (hal yang tumben ku lakukan).
Semua pengunjung sudah pulang, tapi aku tetap duduk disana, sendirian saja. Mungkin tukang panggung menduga aku sedang menontoni mereka membongkar panggung. Haha… Ah, ulang tahun Kota Negara pun usai, kota ini kembali sepi.
Dan lagu ini takkan pernah ku dengar lagi...
Dan lagu ini takkan pernah ku dengar lagi...
* * *
Itulah cerita lagu ini. Lagu tanpa drum atau gitar, bernada dasar C dan nanti naik ke D di akhir, kalau tak salah. Ternyata kawan, lagu ini mengikutiku juga. Beberapa hari setelahnya, saat menonton DewataTV (siaran lokal bali), klip lagu ini diputar! Wah, kucatat nama penyanyi dan judulnya. Oka Triyani, “Petapan Jalak Putih”...
... dan mendadak DewataTV sering ku buka.
Begitulah, sedikit cerita tentang liburanku. Liburan yang berwarna beda dengan liburan yang sudah-sudah :)
(diketik malam-malam sambil ingin pulang kampung)
sayangnya tidak satupun pementasan yang aku bisa tonton kala itu...
BalasHapushanya satu malam mengitari pameran,,,
malam yang singkat :)
saya bangga menjadi orang JEMBRANA...
tak ada alasan tapi aku sangat menyukai kota ini....
that place I call HOME....
saia juga mendengar lagu ini,,,,
BalasHapusntah kenapa saya merasa lagu ini manis,,,,
bisa membuat saya tersenym padahal tak tau apa maksud lagu ini....
:) sangat menenangkan, lagu itu
BalasHapusWe jika boleh bagi lagunya ya?? :) send to my email di FB :D :D
BalasHapusSuksme Bli Dewa :)
sudah terkirim bro... hehe
BalasHapuswow BRTV... mantap itu kompetisi..hihihi
BalasHapushehe kompetisi wayah itu...
BalasHapus