Siang ini tak jauh beda dengan siang-siang hari kerja lainnya...
Aku sedang duduk disini, di meja kerja ku.
Kadang, duduk disini membuatku merasa menjadi sebuah layar di bioskop tua. Dihadapku berjejer korsi-korsi plus senderan empuk, membentuk kolom dengan lorong di tengahnya; persis bioskop kan?!
Disanalah duduk manusia-manusia letih setengah ngantuk, setengah bosan, dan entah setengah apa lagi. Tapi anehnya mereka masih saja menghadap ke depan. Menghadap ke depan, berarti menghadap ke arahku.
Astaga, itu sudah sepuluh tahun yang lalu... :|
Entah karena lagu Home milik Buble yang tak sengaja terputar -atau entah karena apa- slideshow kota kesayangan, Negara terlintas di kepalaku. Aku jadi ingat dengan masa-masa saat aku masih disana, jadi bocah kencur yang baru masuk di one of collest school: SMP Negeri 1 Negara.
Ternyata itu sudah sepuluh tahun...
... sepuluh tahun sejak sebuah motor Supra datang tiap jam lima subuh di hari Selasa. Seorang ayah sederhana, dengan ibu berbonceng di belakangnya akan berhenti dan membunyikan klakson sekali di depan rumahku. Aku yang masih bau kencur akan setengah berlari, bergegas membuka gembok gerbang. Si anak yang tadinya meringkuk di ujung jok depan dengan kaki dilipat (bisa kau bayangkan, saat anak kecil dibonceng naik motor dan duduk di depan), akan turun. Setelah mengambil tas sekolah yang sedari tadi digendong sang ibu, anak itu baru akan masuk ke rumahku setelah ayahnya selesai mengucek-ucek rambut si anak kebanggaan keluarga ini, sambil berpesan "melahang di sekolah..."
Siapa kah anak itu?
Itulah Feby, kawanku!
Apa dia benar anak kebanggan harapan keluarga?
Tak akan ada orang tua yang mau mengantar seorang anak di jam-jam segitu bila tak bangga. Dan lagi, anak ini adalah salah satu dari sepuluh besar lomba murid berprestasi di Kecamatan Negara. Jadi, bisa dibilang dia murid terpintar di Desa Budeng! And hell yeah, his parents should be proud!
Apa yang seorang anak gadis lakukan jam segitu di depan rumahmu?
well...
Sekolah kami punya kebijakan canggih agar si anak bisa olahraga penuh, tapi -setelah berkeringat- tetap bisa pulang untuk mandi, sekaligus tepat waktu untuk mengikuti pelajaran jam sembilan. Kebijakan canggih itu adalah: memajukan jam olahraga!
Satu lagi, errr.... sayangnya Feby adalah seorang anak lelaki, haha! :D
Apa kah kau benar-benar berbau kencur? Bagaimana pula bau kencur itu?
Aku tak tau bau kencur itu bagaimana. Apa itu penting buatmu? Just stop this stupid question, and let me continue my story!
Hmm...
Aku jadi tersenyum mengingat masa-masa itu. "Sudah lama ya..?" aku mulai menghitung mundur, "... sekarang tahun... duaribu tigabelas, satu tahun nganggur, tiga tahun kuliah, SMA, SMP, hah... sudah sepuluh tahun???"
Memang, aku tau masa-masa itu sudah lama, tapi baru kusadari kalau ternyata sudah selama itu.
Ada sedikit rasa letih terlintas juga, berbarengan dengan kesadaran. Ternyata banyak yang sudah kulewati! Kejadian kost sendirian di masa SMA, kejadian makan mie lima hari karena kehilangan-uang-tapi-segan-kehilangan-muka-untuk-mengaku-pada-orang-tua, kejadian berangkat ke Jakarta dengan Aji, kejadian malam pertama di Jakarta, lalu kuliah...
Hingga kini aku duduk di kursi ini, dan sudah bekerja.
Sudah jauh ya...?
Sudah jauh kah, mungkin...?
Mungkin sudah.
Aku merasa sudah berjalan sangat jauh?
Sama sekali belum. Harus malu lah aku bila merasa begitu! Seorang sahabat, sang vokalis bandku (aku bahkan tau dia harus jadi vokalisku sebelum mendengarnya menyanyi) kini berada di nun jauh di Kalimantan sana. Wow... ia bahkan sedang menjelajah di Bumi Borneo!
Ternyata, semua burung-burung itu telah terbang meninggalkan sangkar, mencari kehidupan, untuk melihat aneka rupa dunia. Ada yang jauh di pulau seberang, ada yang dekat di kabupaten sebelah. Semua sesuai skenario cerita hidup masing-masing; semua terbang meninggalkan sangkar.
Meninggalkan sangkar?!
yeah... perjalanan itu tidaklah mudah, tidak pula mulus. Burung-burung itu masih belia kan? Bagaimanapun berat jalur terbangmu, janganlah sekali-kali anggap burung lain punya jalur perjalanan yang lebih mudah darimu. Yang lebih sedikit angin, sedikit badainya.
Tak percaya? Lihat ini...
Seorang sahabatku, seekor burung kelas berat (man... badannya dia benar-benar berat!) yang hartanya gila-gilaan berkat toko aksesoris yang suskes besar, pun mengalami jalur terbang yang sulit. Cerita hidupnya berliku, banyak pasang surut. Pun dengan burung lainnya, sahabatku yang dianugerahi tanggung jawab mahaberat di holding perusahaan bisnis keluarga. Ia punya tembok seorang ayah yang hebat, tembok tinggi untuk dilampaui. Berkali mereka jatuh, berkali itu pula mereka terbang lagi. Tak ada yang tau, seberapa bersusah hati dalam benak kedua burung belia ini -kecuali dirinya-. Tapi mereka selalu berusaha tetap terbang.
Ah kawan, kalian lah para burung-burung gagak yang sedang terbang sendiri. Gagak? Ya, aku sebut kalian para gagak. Aku tau kalian lebih suka dipanggil gagak, karena kita semua suka Genji dan Serizawa.... haha :D !
Dimanapun kalian berada, kawan, bagaimanapun skenario yang disiapkan Sang Ilahi, Hyang Widhi, Yahweh, Yesus -atau apapun manusia mencoba menyebutnya-sekarang dan nanti untuk kalian, berapa banyak tahun lagi yang akan mencerabutmu dari sangkar kesayanganmu... entah itu sepuluh, duapuluh, tiga puluh tahun, atau persetan berapa...
Kutunggu kau... :)
.... suatu hari nanti di sangkar itu lagi, kawan!
Kalau saatnya sudah tiba, pulanglah ke sangkar itu. Ceritakan lah padaku bagaimana rupa dunia dari tempatmu terbang. Pasti keren sekali, ya... aku akan senang sekali mendengarmu bercerita nanti, tentang kau dan perjalanannmu. Mungkin kau bercerita sambil membawa pulang induk gagak cantik jelita untuk anak-anak gagak kebanggganmu. Mungkin, siapa tau?
Nanti, akan kuceritakan pula apa yang kulihat dari sini, dari atas tempatku terbang sekarang.
Kutunggu ceritamu, kawan kecil! ;)
Aku sedang duduk disini, di meja kerja ku.
Kadang, duduk disini membuatku merasa menjadi sebuah layar di bioskop tua. Dihadapku berjejer korsi-korsi plus senderan empuk, membentuk kolom dengan lorong di tengahnya; persis bioskop kan?!
"layar tancap tua..." |
Seringkali begitu perasaanku saat menjaga loket di kantor ini: perasaan sebagai sebuah layar tancap tua di hadapan penonton yang bosan! :o
Tapi hari ini adalah hari yang spesial, paling tidak buat dua sahabat masa kecil ku. Hari ini, enam Februari, adalah hari ulang tahun mereka.
Siapa saja mereka?
Yang satu, Guz Anggara namanya. Dialah partner in crime-ku, yang biasa kuajak pergi kemana-mana sejak masih bau kencur. Dari melasti naik motor ke pantai Yeh Kuning, mencari celana army di Hardy's, sampai sekedar menengok pameran di Pergung. Bahkan namanya sempat nongol di salah satu blog ini; episode Sejarah Gitar Merah Darah.
(klik link diatas untuk membaca)
Yang satu lagi (mungkin) satu-satunya sahabatku yang berasal dari Desa Budeng. Namanya Pebi Cahyana, meski ia lebih suka menyebut dirinya Feby: dengan huruf F dan huruf Y. Lebih trendy.
"Ooo... mereka ternyata ulang tahunnya sama", gumamku yang sedang multi-tasking, melayani orang yang datang ke loketku sambil melirik information bar di Facebook. Oh, mari ucapkan beribu terimakasih kepada Facebook. Berkatnya, kini mengingat ulang tahun teman begitu mudah.
Kalau aku yang ulang tahun, aku selalu senang bila kawan lamaku masih saja ingat ulang tahunku. Apalagi sampai mengucapkan selamat. "Seandainya punya Blackberry..." kutukku dalam hati, "...pasti lebih mudah ber-halo-halo pada kawan-kawan lama, yang semuanya emang pakai BB!". Berhubung tak ada, Twitter cukup lah jadi perantara untukku sekedar mengucap selamat ulang tahun.
Sambil tetap melayani orang-orang yang silih berganti, kutulis selamat ulang tahun di lini-masa mereka (dengar-dengar, timeline itu diterjemahkan jadi lini-masa, ya?). Klik, tik, klik, tik, saling berbalas tweet pun terjadi. Kutulis tweet selamat untuk Guz Anggara, kutulis pula tweet untuk Feby. Basa-basi khas teman lama pun terjadi disana, haha-hihi yang tak berawal, tak berakhir, tak jelas pula. Haha!
Iseng terlintas hal-hal lama di kepalaku. Hal-hal berbau nostalgia. Tanpa pikir panjang, kutuliskan saja itu, hal kecil yang dulu sering kami lakukan saat masih bocah.
Dass... kutekan enter.
Kulupakan tweet itu. Kembali kulayani orang-orang yang datang untuk mengurusi keperluannya dan mendatangi meja ku. Sedang asyik menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka, muncul notifikasi mention di layarku. Feby membalas tweet.
Klik... klik... kubaca apa isinya...
... dan aku merasa kena stun tiga detik. :o
"... selama saya SMP..." katanya
Sudah kapan kah masa itu?"
Siapa saja mereka?
Yang satu, Guz Anggara namanya. Dialah partner in crime-ku, yang biasa kuajak pergi kemana-mana sejak masih bau kencur. Dari melasti naik motor ke pantai Yeh Kuning, mencari celana army di Hardy's, sampai sekedar menengok pameran di Pergung. Bahkan namanya sempat nongol di salah satu blog ini; episode Sejarah Gitar Merah Darah.
(klik link diatas untuk membaca)
Yang satu lagi (mungkin) satu-satunya sahabatku yang berasal dari Desa Budeng. Namanya Pebi Cahyana, meski ia lebih suka menyebut dirinya Feby: dengan huruf F dan huruf Y. Lebih trendy.
"Ooo... mereka ternyata ulang tahunnya sama", gumamku yang sedang multi-tasking, melayani orang yang datang ke loketku sambil melirik information bar di Facebook. Oh, mari ucapkan beribu terimakasih kepada Facebook. Berkatnya, kini mengingat ulang tahun teman begitu mudah.
Kalau aku yang ulang tahun, aku selalu senang bila kawan lamaku masih saja ingat ulang tahunku. Apalagi sampai mengucapkan selamat. "Seandainya punya Blackberry..." kutukku dalam hati, "...pasti lebih mudah ber-halo-halo pada kawan-kawan lama, yang semuanya emang pakai BB!". Berhubung tak ada, Twitter cukup lah jadi perantara untukku sekedar mengucap selamat ulang tahun.
Sambil tetap melayani orang-orang yang silih berganti, kutulis selamat ulang tahun di lini-masa mereka (dengar-dengar, timeline itu diterjemahkan jadi lini-masa, ya?). Klik, tik, klik, tik, saling berbalas tweet pun terjadi. Kutulis tweet selamat untuk Guz Anggara, kutulis pula tweet untuk Feby. Basa-basi khas teman lama pun terjadi disana, haha-hihi yang tak berawal, tak berakhir, tak jelas pula. Haha!
Iseng terlintas hal-hal lama di kepalaku. Hal-hal berbau nostalgia. Tanpa pikir panjang, kutuliskan saja itu, hal kecil yang dulu sering kami lakukan saat masih bocah.
Dass... kutekan enter.
Kulupakan tweet itu. Kembali kulayani orang-orang yang datang untuk mengurusi keperluannya dan mendatangi meja ku. Sedang asyik menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka, muncul notifikasi mention di layarku. Feby membalas tweet.
Klik... klik... kubaca apa isinya...
... dan aku merasa kena stun tiga detik. :o
"... selama saya SMP..." katanya
Sudah kapan kah masa itu?"
Astaga, itu sudah sepuluh tahun yang lalu... :|
Entah karena lagu Home milik Buble yang tak sengaja terputar -atau entah karena apa- slideshow kota kesayangan, Negara terlintas di kepalaku. Aku jadi ingat dengan masa-masa saat aku masih disana, jadi bocah kencur yang baru masuk di one of collest school: SMP Negeri 1 Negara.
Ternyata itu sudah sepuluh tahun...
... sepuluh tahun sejak sebuah motor Supra datang tiap jam lima subuh di hari Selasa. Seorang ayah sederhana, dengan ibu berbonceng di belakangnya akan berhenti dan membunyikan klakson sekali di depan rumahku. Aku yang masih bau kencur akan setengah berlari, bergegas membuka gembok gerbang. Si anak yang tadinya meringkuk di ujung jok depan dengan kaki dilipat (bisa kau bayangkan, saat anak kecil dibonceng naik motor dan duduk di depan), akan turun. Setelah mengambil tas sekolah yang sedari tadi digendong sang ibu, anak itu baru akan masuk ke rumahku setelah ayahnya selesai mengucek-ucek rambut si anak kebanggaan keluarga ini, sambil berpesan "melahang di sekolah..."
Siapa kah anak itu?
Itulah Feby, kawanku!
Apa dia benar anak kebanggan harapan keluarga?
Tak akan ada orang tua yang mau mengantar seorang anak di jam-jam segitu bila tak bangga. Dan lagi, anak ini adalah salah satu dari sepuluh besar lomba murid berprestasi di Kecamatan Negara. Jadi, bisa dibilang dia murid terpintar di Desa Budeng! And hell yeah, his parents should be proud!
Apa yang seorang anak gadis lakukan jam segitu di depan rumahmu?
well...
Sekolah kami punya kebijakan canggih agar si anak bisa olahraga penuh, tapi -setelah berkeringat- tetap bisa pulang untuk mandi, sekaligus tepat waktu untuk mengikuti pelajaran jam sembilan. Kebijakan canggih itu adalah: memajukan jam olahraga!
Satu lagi, errr.... sayangnya Feby adalah seorang anak lelaki, haha! :D
Apa kah kau benar-benar berbau kencur? Bagaimana pula bau kencur itu?
Aku tak tau bau kencur itu bagaimana. Apa itu penting buatmu? Just stop this stupid question, and let me continue my story!
Hmm...
Aku jadi tersenyum mengingat masa-masa itu. "Sudah lama ya..?" aku mulai menghitung mundur, "... sekarang tahun... duaribu tigabelas, satu tahun nganggur, tiga tahun kuliah, SMA, SMP, hah... sudah sepuluh tahun???"
Memang, aku tau masa-masa itu sudah lama, tapi baru kusadari kalau ternyata sudah selama itu.
* * *
Ada sedikit rasa letih terlintas juga, berbarengan dengan kesadaran. Ternyata banyak yang sudah kulewati! Kejadian kost sendirian di masa SMA, kejadian makan mie lima hari karena kehilangan-uang-tapi-segan-kehilangan-muka-untuk-mengaku-pada-orang-tua, kejadian berangkat ke Jakarta dengan Aji, kejadian malam pertama di Jakarta, lalu kuliah...
Hingga kini aku duduk di kursi ini, dan sudah bekerja.
Sudah jauh ya...?
Sudah jauh kah, mungkin...?
Mungkin sudah.
Aku merasa sudah berjalan sangat jauh?
Sama sekali belum. Harus malu lah aku bila merasa begitu! Seorang sahabat, sang vokalis bandku (aku bahkan tau dia harus jadi vokalisku sebelum mendengarnya menyanyi) kini berada di nun jauh di Kalimantan sana. Wow... ia bahkan sedang menjelajah di Bumi Borneo!
Ternyata, semua burung-burung itu telah terbang meninggalkan sangkar, mencari kehidupan, untuk melihat aneka rupa dunia. Ada yang jauh di pulau seberang, ada yang dekat di kabupaten sebelah. Semua sesuai skenario cerita hidup masing-masing; semua terbang meninggalkan sangkar.
Meninggalkan sangkar?!
yeah... perjalanan itu tidaklah mudah, tidak pula mulus. Burung-burung itu masih belia kan? Bagaimanapun berat jalur terbangmu, janganlah sekali-kali anggap burung lain punya jalur perjalanan yang lebih mudah darimu. Yang lebih sedikit angin, sedikit badainya.
Tak percaya? Lihat ini...
Seorang sahabatku, seekor burung kelas berat (man... badannya dia benar-benar berat!) yang hartanya gila-gilaan berkat toko aksesoris yang suskes besar, pun mengalami jalur terbang yang sulit. Cerita hidupnya berliku, banyak pasang surut. Pun dengan burung lainnya, sahabatku yang dianugerahi tanggung jawab mahaberat di holding perusahaan bisnis keluarga. Ia punya tembok seorang ayah yang hebat, tembok tinggi untuk dilampaui. Berkali mereka jatuh, berkali itu pula mereka terbang lagi. Tak ada yang tau, seberapa bersusah hati dalam benak kedua burung belia ini -kecuali dirinya-. Tapi mereka selalu berusaha tetap terbang.
Ah kawan, kalian lah para burung-burung gagak yang sedang terbang sendiri. Gagak? Ya, aku sebut kalian para gagak. Aku tau kalian lebih suka dipanggil gagak, karena kita semua suka Genji dan Serizawa.... haha :D !
Dimanapun kalian berada, kawan, bagaimanapun skenario yang disiapkan Sang Ilahi, Hyang Widhi, Yahweh, Yesus -atau apapun manusia mencoba menyebutnya-sekarang dan nanti untuk kalian, berapa banyak tahun lagi yang akan mencerabutmu dari sangkar kesayanganmu... entah itu sepuluh, duapuluh, tiga puluh tahun, atau persetan berapa...
Kutunggu kau... :)
.... suatu hari nanti di sangkar itu lagi, kawan!
Kalau saatnya sudah tiba, pulanglah ke sangkar itu. Ceritakan lah padaku bagaimana rupa dunia dari tempatmu terbang. Pasti keren sekali, ya... aku akan senang sekali mendengarmu bercerita nanti, tentang kau dan perjalanannmu. Mungkin kau bercerita sambil membawa pulang induk gagak cantik jelita untuk anak-anak gagak kebanggganmu. Mungkin, siapa tau?
Nanti, akan kuceritakan pula apa yang kulihat dari sini, dari atas tempatku terbang sekarang.
Kutunggu ceritamu, kawan kecil! ;)
Ditulis sambil mengganti lagu Home, by Bublee...
now playing: Hitam Putih Dunia by Rocket Rockers!!!
keren bro... kerasa gimana gitu selesai bacanya. semoga selalu berjiwa muda
BalasHapusSuka banget dgn gaya nulis n isinya..
BalasHapusWo, sumpah. Aku bacanya hampir nangis, setengah nangis, setidaknya hati ini bener2 tersentuh.
BalasHapusTerlebih lagi posisiku lagi berjuang di tanah rantau, Jogja.
Suka banget gaya2 tulisanmu yg kya gini, wo. Kangen ;)
Suatu saat kita akan pulang ke sangkar dan bercerita tentang keindahan seperti apa yang pernah kau lihat di belahan dunia lain itu. Sukses bro!
Siapa itu temanmu vokalis yang ada di kalimantan wo ?? pasti orangnya keren sekali wo...Pasti wo..
BalasHapusbaru sempet baca..
BalasHapustop story man.
ADA YANG SIAPA YANG COMENT SEKARANG????????
BalasHapusbro...bro....bro......
BalasHapusKerennn banget kkak ketua osis smp galak yg suka hukum jalan jongkok wktu smp
BalasHapus