"Hmm... ternyata ini sudah pertengahan duaribu tigabelas," aku bergumam sendiri
Tahun ini...
Tahun 2013 sepertinya bertekad untuk jadi tahun yang penuh warna untukku. Dan sepertinya tekadnya itu kuat sekali. Bukan main! Entah sudah berapa kasur yang kutiduri silih berganti sejak awal tahun ini. Terlalu sering. Dari kasur ke kasur... dari bantal ke bantal...
...dari satu langit-langit sepi saat lampu kamar telah mati, ke langit-langit sepi yang lain.
Semangatnya mengocok gitar bolong sedang tinggi. Kini tak kulihat artis prustasi karena karirnya tak mengkilat lagi. Yang kulihat adalah sang raja musik indonesia yang sedang berapi-api. Berapi sekali lagi! Kutinggalkan papan ketik di laptop pinjaman ini. Kuambil gitarku, dan kuikuti Duta bernyanyi dengan semangat juga. Aku hapal betul lagu itu. Dan kamipun bernyanyi bersama...
... dengan kord Bm lanjut ke F#m, kord yang selalu membuat bridge lagu apapun jadi sedih. Namun tetap gagah.
Yeah, siapa yang tak melayang-layang daya pikirnya, saat sendiri di kamar, lampu telah mati, namun hati masih menyala-nyala penuh tanda tanya sampai tanda seru, -sambil menatapi langit-langit diatas kepalanya? Aku suka merasakan langit di pagi dan sore hari sebagaimana kusuka pula menatapi langit-langit di detik menit sebelum terlelap pulas.
Sayangnya, langit-langit itu seringkali berubah-ubah.
Kau tau, belum lama bercengkrama dengan yang satu, langit-langit yang lain sudah menanti untuk ditatapi. Tidurku senantiasa berpindah tempat sejak awal tahun ini. Amat cepat, terlalu cepat malah, ahh! Dunia di hadapanku sedang berotasi dengan kecepatan tinggi.
Aku lelah...
Terlalu payah...
Dan tiba-tiba saja mozaik hidup membawaku kesini, suatu sudut lokasi bernama Kemanggisan, di belantara beton Jakarta. Siap untuk perjalanan berikutnya, siap untuk langit-langit selanjutnya. Aku duduk, dihadapan laptop pinjaman, sambil mengingat-ingat hal yang sudah kulewati beberapa bulan ini.
* * *
Seketika saja tanpa tedeng aling-aling, saat kalimat yang kalian baca sedang kuketikkan di keyboard, muncul Duta di pikiranku. Ya, Duta yang itu, yang vokalis Sheila On 7 itu. Tiba-tiba saja ia hadir, dan menyanyikan salah satu lagunya...
"... masih banyak yang harus kucari..."
"... tuk bahagiakan hidupmu nanti.... hii... ii..."
dan sekarang aku jadi tersenyum.
I meant it. Serius! Aku benar-benar tersenyum dibuatnya.
Ia menghentikan nyanyiannya.
Gitar bolong coklatnya kini dipegang saja, sambil menatapku lekat-lekat.
Gitar bolong coklatnya kini dipegang saja, sambil menatapku lekat-lekat.
Ah kawan, kau tak akan tau bagaimana rasanya langsung ditodong pertanyaan macam begini oleh salah satu vokalis band tersukses Indonesia. Kebetulan juga band itu idolamu.
"Ngerti lah," sahutku sambil lalu. Penasaran kemana arah percakapan ini akan ia bawa. "Itu kan lagu jamanku tamat SMP. Bertahan Disana tuh judulnya," tukasku.
"bukaan itu... ah!" sergahnya. "maksudku, kamu ngerti pas gimana kami buat lagu itu?"
Aku diam. Kupandangi ia dengan alis terangkat,
Aku diam. Kupandangi ia dengan alis terangkat,
"kenapa memangnya?"
"Wah seru lagu itu, Wo..." tatapnya sambil menerawang, "Waktu itu, kami lagi susah lah, Sheila sedang hancur-hancurnya. Ahh! Pas lagi pecah personel pula, si Anton itu. Belum lagi banyak yang miring dan berkomentar nyinyir tentang kami, mandang Pejantan Tangguh dengan sebelah mata. Eksplornya katanya banyak yang ndak suka. Ndak sesuai sama Sheila yang dulu, yang simple."
"Sederhananya, hidup kami mendadak jomplang, Wo. Sheila yang biasanya tour setahun dan liburan cuma tiga kali, sekarang tiba-tiba malah kebalik. Setahun cuma tiga kali manggung!" tuturnya sambil tergelak. Seketika ia duduk lagi, menengok langit-langit sambil tersenyum.
"Hidup pas itu sedang kejam sama Sheila... tiba-tiba aja, blass... whuss! Begitu saja!"
Aku diam.
Kutunggu cerita Duta selanjutnya, ia nampak tersenyum lagi.
"Kami sudah pernah tinggi. Terbang! Terus setelahnya, mau kemana lagi selain kebawah? Sheila On 7 down, kocar kacir! Sedih rasanya banyak kru panggung yang susah keuangan gara-gara kami jarang manggung lagi. Aku apalagi. Susaah lah... jadi sedih kalo inget masa-masa itu."
Aku meresapi yang ia katakan.
Seingatku memang benar begitu, Kawan! Kala itu, Sheila On 7 sedang meluncur, dari raja platinum jutaan kopi album, terjun bebas menjadi band yang nyaris dilupakan industri.
"Aku punya keluarga, Wo!" tatapnya padaku.
"Aku punya orang-orang yang ku sayang. Mereka naruh harapannya, kepercayaannya ke aku. Gimana ya, pokoke aku pengen buat mereka bangga lagi, lah!" kini ia malah jadi berapi-api. "Aku masih muda, Wo... kamu juga. Masih banyak yang harus kita cari, tuk bahagiakan hidup orang-orang yang kita sayang -dan sayang sama kita- nanti."
ia mengambil gitarnya...
"... jrengg..." Duta mengambil kord D.
ia mengambil gitarnya...
"... jrengg..." Duta mengambil kord D.
"Dinda.."
ia mulai jadi Duta Sheila On 7. Bernyanyi lagi.
"Apa kabar kau disana..."
"lelahkah menungguku berkelana..."
"lelahkah menungguku kau disana..."
Tanpa pikir panjang, kupotong ia yang tengah asik bernyanyi. Aku protes, "Lha, kok ini cuma buat seorang aja. Cuma buat dinda. Katanya buat semua yang disayangi?!" aku bersungut.
Ia tersenyum. Jahil kali ini....
"Ahh itu ulah label aja, tau laah, tema asmara picisan lebih menarik buat industri," urainya sambil tergelak, "lagu ini sebenarnya ya buat semua! Ya bapak ibuku, ya istri anakku, ya SheilaGank; semua orang yang nunggu aku, yang punya harapan dan naruh harapan itu di pundakku."
"Ahh itu ulah label aja, tau laah, tema asmara picisan lebih menarik buat industri," urainya sambil tergelak, "lagu ini sebenarnya ya buat semua! Ya bapak ibuku, ya istri anakku, ya SheilaGank; semua orang yang nunggu aku, yang punya harapan dan naruh harapan itu di pundakku."
"Sayang..."
"Aku kan segera pulang..."
"tunggu aku dengan senyuman itu..."
"tunggu aku dengan senyummu itu..."
Semangatnya mengocok gitar bolong sedang tinggi. Kini tak kulihat artis prustasi karena karirnya tak mengkilat lagi. Yang kulihat adalah sang raja musik indonesia yang sedang berapi-api. Berapi sekali lagi! Kutinggalkan papan ketik di laptop pinjaman ini. Kuambil gitarku, dan kuikuti Duta bernyanyi dengan semangat juga. Aku hapal betul lagu itu. Dan kamipun bernyanyi bersama...
... dengan kord Bm lanjut ke F#m, kord yang selalu membuat bridge lagu apapun jadi sedih. Namun tetap gagah.
"... masih banyak yang harus kucari..."
"... tuk bahagiakan hidupmu nanti.... hii... ii..."
* * *
Selamat malam, Kemanggisan, selamat malam pula Jakarta. Tak lupa kuucap selamat malam untuk mozaik kehidupan episode selanjutnya. Oiya, selamat datang langit-langit yang baru. Banyak yang ingin kuceritakan padamu. Serius.
"A man writes because he doubts, because he is tormented..."
kata seorang sahabat di blognya
wo yang penting itu lagu sheila on seven yang begini :
BalasHapus"aku pulang,bawa uang",LOL
tapi menurut ku lagunga home michael buble yang tepat:
"May be surrounded by
A million people I
Still feel all alone
I just wanna go home
Oh, I miss you, you know"
shed my manly tears my brother..
BalasHapus